Puasa Wanita Hamil dan Menyusui7.
Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar.
7 Fatawa
al-Azhar, juz. IX, hal. 291 [Maktabah Syamilah].
Pertanyaan:
Kami membaca di beberapa buku bahwa wanita hamil dan menyusui boleh
tidak berpuasa di bulan Ramadhan dan wajib membayar Fidyah, tidak wajib meng-qadha’ puasa. Apakah benar demikian?
Jawaban:
Allah Swt berfirman:
“Dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin”. (Qs. Al-Baqarah [2]: 183). Ada dua pendapat ulama tentang tafsir
ayat ini; pendapat pertama mengatakan bahwa pada awalnya puasa itu adalah
ibadah pilihan, siapa yang mampu untuk melaksanakan puasa maka dapat
melaksanakan puasa atau tidak berpuasa, bagi yang tidak berpuasa maka sebagai
gantinya membayar fidyah memberi makan orang miskin. Dengan pilihan ini, berpuasa
lebih utama. Kemudian hukum ini di-nasakh, diwajibkan berpuasa bagi yang mampu, tidak boleh meninggalkan puasa
dan memberikan makanan kepada orang miskin, berdasarkan firman Allah Swt:
“Barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu”. (Qs.
Al-Baqarah [2]: 185). Yang me-nasakh hukum diatas adalah ayat ini, demikian diriwayatkan para ulama kecuali
Imam Ahmad. Dari Salamah bin al-Akwa’, ia berkata, “Ketika ayat ini
(al-Baqarah: 183) turun, sebelumnya orang yang tidak mau berpuasa boleh tidak
berpuasa dan membayar fidyah, sampai ayat setelahnya turun dan menghapus hukumnya”.
Satu pendapat mengatakan bahwa puasa itu diwajibkan bagi orang-orang
yang mampu saja. Dibolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit, musafir dan
orang yang berat melakukannya. Mereka menafsirkan makna al-Ithaqah
dengan berat melaksanakan puasa, yaitu
orang-orang yang telah lanjut usia. Bagi orang yang sakit dan musafir
diwajibkan qadha’. Sedangkan bagi orang yang lanjut usia diwajibkan membayar fidyah
saja, tanpa perlu melaksanakan puasa qadha’, karena semakin tua maka semakin berat mereka melaksanakannya,
demikian juga orang yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan
tidak akan mampu melaksanakan puasa qadha’, mereka boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Atha’, ia mendengar Ibnu Abbas
membaca ayat:
“Dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin”. (Qs. Al-Baqarah [2]: 183). Ia berkata, “Ayat ini tidak di-nasakh. Akan tetapi ayat ini bagi orang yang lanjut usia yang tidak mampu
melaksanakan puasa, maka mereka memberi makan satu orang miskin untuk satu hari
tidak berpuasa”.
Sebagian ulama moderen seperti Syekh Muhammad Abduh meng-qiyas-kan para pekerja berat yang kehidupan mereka bergantung pada
pekerjaan yang sangat berat seperti mengeluarkan batubara dari tempat
tambangnya, mereka di-qiyas-kan kepada orang tua renta yang lemah dan orang yang menderita
penyakit terus menerus. Demikian juga dengan para pelaku tindak kriminal yang
diwajibkan melaksanakan pekerjaan berat secara terus menerus, andai mereka
mampu melaksanakan puasa, maka mereka tidak wajib berpuasa dan tidak wajib
membayar fidyah, meskipun mereka memiliki harta untuk membayar fidyah.
Sedangkan wanita hamil dan ibu menyusui, jika mereka tidak berpuasa
karena mengkhawatirkan diri mereka, atau karena anak mereka, maka menurut Ibnu
Umar dan Ibnu Abbas, mereka boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah
saja, tidak wajib melaksanakan puasa qadha’, mereka disamakan dengan orang yang telah lanjut usia. Abu Daud dan
‘Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata tentang ayat:
“Dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)”. (Qs. Al-Baqarah [2]: 183). Ibnu Abbas berkata, “Ini keringanan bagi
orang yang telah lanjut usia baik laki-laki maupun perempuan yang tidak mampu
berpuasa, mereka boleh tidak berpuasa dan wajib memberi fidyah
memberi makan satu orang miskin untuk
satu hari. Wanita hamil dan ibu menyusui, jika mengkhawatirkan anaknya, maka
boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah”. Diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan tambahan di akhir riwayat: Ibnu
Abbas berkata kepada seorang ibu hamil, “Engkau seperti orang yang tidak mampu
berpuasa, maka engkau wajib membayar fidyah, tidak wajib qadha’ bagiku”. Sanadnya dinyatakan shahih oleh ad-Daraquthni. Imam Malik dan
al-Baihaqi meriwayatkan dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar ditanya tentang wanita hamil
jika mengkhawatirkan anaknya, ia menjawab, “Ia boleh tidak berpuasa dan wajib
membayar fidyah satu orang miskin untuk satu hari, membayar satu Mudd
gandum”. Dalam hadits disebutkan:
“Sesungguhnya
Allah Swt tidak mewajibkan puasa bagi musafir dan menggugurkan setengah
kewajiban shalat (shalat Qashar). Allah Swt menggugurkan kewajiban puasa bagi
wanita hamil dan ibu menyusui”.
Diriwayatkan oleh lima imam, Imam Ahmad dan para pengarang kitab as-Sunan.
Berdasarkan dalil diatas maka wanita hamil dan ibu menyusui, jika
mengkhawatirkan dirinya atau anaknya, maka boleh tidak berpuasa. Apakah wajib
melaksanakan puasa qadha’ dan membayar fidyah?
Menurut Ibnu Hazm: tidak wajib qadha’ dan fidyah.
Menurut Ibnu Abbas dan Ibnu Umar: wajib membayar fidyah
saja tanpa kewajiban qadha’.
Menurut Mazhab Hanafi: wajib qadha’ saja tanpa kewajiban fidyah.
Menurut Mazhab Syafi’i dan Hanbali: wajib qadha’
dan fidyah, jika yang dikhawatirkan anaknya saja. Jika yang dikhawatirkan adalah
dirinya saja, atau yang dikhawatirkan itu diri dan anaknya, maka wanita hamil
dan ibu menyusui wajib melaksanakan qadha’ saja, tanpa wajib membayar fidyah. (Nail al-Authar, juz. 4, hal. 243 – 245).
Dalam Fiqh empat mazhab dinyatakan:
Menurut
Mazhab Maliki: wanita hamil dan
ibu menyusui, jika melaksanakan puasa dikhawatirkan akan sakit atau bertambah
sakit, apakah yang dikhawatirkan itu dirinya, atau anaknya, atau dirinya saja,
atau anaknya saja. Mereka boleh berbuka dan wajib melaksanakan qadha’, tidak wajib membayar fidyah bagi wanita hamil, berbeda dengan ibu menyusui, ia wajib membayar fidyah. Jika puasa tersebut dikhawatirkan menyebabkan kematian atau mudharat
yang sangat parah bagi dirinya atau anaknya, maka wanita hamil dan ibu menyusui
wajib tidak berpuasa.
Menurut
Mazhab Hanafi: jika wanita hamil
dan ibu menyusui mengkhawatirkan mudharat, maka boleh berbuka, apakah
kekhawatiran tersebut terhadap diri dan anak, atau diri saja, atau anak saja.
Wajib melaksanakan qadha’ ketika mampu, tanpa wajib membayar fidyah.
Menurut
Mazhab Hanbali: wanita hamil dan
ibu menyusui boleh berbuka, jika mengkhawatirkan mudharat terhadap diri dan
anak, atau diri saja. Dalam kondisi seperti ini mereka wajib melaksanakan qadha’
tanpa membayar fidyah. Jika yang dikhawatirkan itu anaknya saja, maka wajib melaksanakan
puasa qadha’ dan membayar fidyah.
Menurut
Mazhab Syafi’i: wanita hamil dan
ibu menyusui, jika mengkhawatirkan mudharat, apakah kekhawatiran tersebut
terhadap diri dan anak, atau diri saja, atau anak saja, mereka wajib berbuka
dan mereka wajib melaksanakan qadha’ pada tiga kondisi diatas. Jika yang dikhawatirkan anaknya saja, maka
wajib melaksanakan qadha’ dan membayar fidyah.
Pendapat Mazhab Syafi’i sama seperti Mazhab Hanbali dalam hal qadha’
dan fidyah, hanya saja Mazhab Hanbali membolehkan berbuka jika mengkhawatirkan
mudharat, sedangkan Mazhab Syafi’i mewajibkan berbuka. Dalam salah satu
pendapatnya Imam Syafi’i mewajibkan fidyah bagi wanita menyusui, tidak wajib bagi ibu hamil, seperti pendapat
Mazhab Maliki.
Penutup: hadits yang diriwayatkan lima imam dari Anas bin Malik
al-Ka’bi. Al-Mundziri berkata, “Ada lima perawi hadits yang bernama Anas bin
Malik: dua orang shahabat ini, Abu Hamzah Anas bin Malik al-Anshari pembantu
Rasulullah Saw, Anas bin Malik ayah Imam Malik bin Anas, ia meriwayatkan satu
hadits, dalam sanadnya perlu diteliti. Keempat, seorang Syekh dari Himsh.
Kelima, seorang dari Kufah, meriwayatkan hadits dari Hamad bin Abu Sulaiman,
al-A’masy dan lainnya. Imam asy-Syaukani berkata, “Selayaknya Anas bin Malik
al-Qusyairi yang disebutkan Ibnu Abi Hatim adalah Anas bin Malik yang keenam,
jika ia bukan al-Ka’bi”.
Penyusun dan Penterjemah.
H. Abdul Somad, Lc., MA
H. Abdul Somad, Lc., MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.