Perempuan ke Masjid Melaksanakan Shalat
Tarawih24.
Fatwa Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi.
Pertanyaan:
Sebagian kaum muslimah rajin melaksanakan shalat Tarawih di masjid,
bahkan ada yang pergi ke masjid tanpa izin suami, ada juga yang suara mereka
terdengar bercerita di dalam masjid. Apakah hukum shalat mereka? Apakah mereka
wajib ke masjid?
Jawaban:
Shalat Tarawih tidak wajib, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan.
Hukumnya sunnat, kedudukannya tinggi dan pahalanya besar di sisi Allah Swt.
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, “Rasulullah Saw
memerintahkan mereka dengan tekad yang kuat, kemudian Rasulullah Saw bersabda:
“Siapa
yang melaksanakan Qiyamullail di bulan Ramadhan karena keimanan dan hanya
mengharapkan balasan dari Allah Swt, maka diampuni dosanya yang telah lalu”.
Siapa yang melaksanakan shalat Tarawih dengan khusyu’ dan tenang,
penuh keimanan dan hanya mengharapkan balasan dari Allah Swt, melaksanakan
shalat Shubuh pada waktunya, maka sungguh ia telah melaksanakan Qiyamullail
di bulan Ramadhan dan ia layak
mendapatkan balasan pahala orang-orang yang menghidupkan malam-malam Ramadhan.
Ini mencakup laki-laki dan perempuan. Hanya saja shalat perempuan
lebih afdhal di rumah daripada di masjid, selama kepergiannya ke masjid itu
tidak ada manfaat lain selain shalat saja, jika ada manfaat lain seperti mendengarkan
kajian agama, atau pelajaran ilmu, atau mendengarkan bacaan al-Qur’an dari
qari’ yang khusyu’ dan baik, maka kepergiannya ke masjid dengan tujuan-tujuan
ini lebih baik dan afdhal. Terlebih lagi kebanyakan suami di zaman ini tidak
mengajarkan pendalaman ajaran Islam kepada istri mereka, andai mereka memiliki
kemauan, mereka tidak memiliki kemampuan di bidang pengetahuan agama Islam.
Maka hanya masjidlah sumber utama untuk itu, oleh sebab itu wanita mesti diberi
kesempatan, tidak boleh dihalangi antara wanita dan rumah Allah Swt. Apalagi
banyak wanita jika dibiarkan menetap di rumah, mereka tidak ada kemauan untuk
melaksanakan shalat Tarawih sendirian di rumah, berbeda jika berada di masjid
dan dilaksanakan secara berjamaah.
Keluarnya wanita dari rumah –meskipun ke masjid- mesti ada izin dari
suami, karena suami adalah kepala rumah tangga, penanggung jawab keluarga.
Wajib patuh kepada suami, selama tidak memerintahkan meninggalkan kewajiban
atau melakukan perbuatan maksiat, jika demikian maka tidak wajib mendengarkan
perintahnya dan tidak wajib mematuhinya.
Laki-laki tidak berhak melarang istrinya pergi ke masjid jika istrinya
ingin pergi ke masjid, tidak ada larangan tentang itu. Imam Muslim
meriwayatkan:
“Janganlah
kamu larang perempuan-perempuan hamba-hamba Allah Swt (ke) masjid-masjid
rumah-rumah Allah Swt”.
Yang mencegah menurut syariat Islam, misalnya suami dalam keadaan
sakit, sangat membutuhkan agar istri tetap berada di rumahnya melayani dan
melaksanakan semua kebutuhan suami. Atau ada anak-anak kecil yang mendatangkan
mudharat jika ditinggalkan di rumah selama shalat dan tidak ada yang menjaga
mereka, dan uzur-uzur lainnya yang masuk akal.
Jika anak-anak menimbulkan keributan di masjid, mengganggu orang-orang
yang shalat karena menangis dan berteriak-teriak, maka selayaknya anak-anak
tidak dibawa ketika shalat. Karena hal itu, meskipun dibolehkan pada shalat
lima waktu karena waktunya singkat, tidak layak dilakukan pada shalat Tarawih
karena waktunya panjang dan anak-anak tidak sabar terhadap ibu mereka pada
waktu yang lama tersebut.
Adapun wanita bercerita di dalam masjid, sama seperti laki-laki, tidak
boleh mengeraskan suara kecuali jika dibutuhkan untuk itu. Terlebih lagi
cerita-cerita urusan dunia. Masjid didirikan bukan untuk itu, akan tetapi untuk
ibadah dan ilmu.
Wanita yang memiliki semangat untuk menjalankan agama agar menjaga
lidahnya di rumah Allah Swt agar tidak mengganggu orang yang melaksanakan
shalat atau majlis ilmu. Jika perlu untuk bicara, maka hendaklah dengan suara
yang pelan dan sesuai kebutuhan. Tidak keluar dari sikap menjaga harga diri
dalam hal bicara, pakaian dan cara berjalan.
Disini saya ingin menyampaikan kalimat yang santun bahwa sebagian
suami terlalu cemburu kepada istri sehingga menekan, tidak mendukung sikap
perempuan pergi ke masjid, meskipun ada dinding yang tinggi yang memisahkan
antara laki-laki dan perempuan, yang tidak pernah ada di zaman Rasulullah Saw
dan para shahabatnya, dinding yang dapat menghalangi perempuan mengetahui
gerakan imam melainkan dengan suara dan pendengaran. Ada sebagian laki-laki
yang tidak mau bercerita di masjid, mereka tidak mengizinkan orang lain
membisikkan satu kata ke telinga istrinya, meskipun itu dalam urusan agama. Ini
adalah sikap yang kurang santun, cemburu yang dicela sebabagaimana yang
dinyatakan dalam hadits:
“Sesungguhnya
sebagian dari cemburu itu ada yang disukai Allah Swt dan ada pula yang dimurkai
Allah Swt”, yaitu cemburu yang bukan pada sesuatu
yang meragukan.
Kehidupan moderen telah membuka banyak pintu bagi perempuan. Perempuan
bisa keluar rumah ke sekolah, kampus, pasar dan lainnya. Akan tetapi tetap
dilarang untuk pergi ke tempat yang paling baik dan paling utama yaitu masjid.
Saya menyerukan tanpa rasa sungkan, “Berikanlah kesempatan kepada perempuan di
rumah Allah Swt, agar mereka dapat menyaksikan kebaikan, mendengarkan nasihat
dan mendalami agama Islam. Boleh memberikan kesempatan bagi mereka selama tidak
dalam perbuatan maksiat dan sesuatu yang meragukan. Selama kaum perempuan
keluar rumah dalam keadaan menjaga kehormatan dirinya dan jauh dari fenomena Tabarruj
(bersolek ala Jahiliah) yang dimurkai
Allah Swt”. Walhamdu lillah Rabbil’alamin.
24 Yusuf al-Qaradhawi, Fatawa
Mu’ashirah, juz. I
(Cet. VIII; Kuwait: Dar al-Qalam, 1420H/2000M), hal. 316 – 318.
Penyusun dan Penterjemah.
H. Abdul Somad, Lc., MA
H. Abdul Somad, Lc., MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.