Puasa
Hari-Hari al-Bidh
dan Enam
Hari di Bulan Syawwal47.
Fatwa Syekh
‘Athiyyah Shaqar.
Pertanyaan:
Apakah dasar penamaan al-Ayyam al-Bidh? Apakah sebagiannya adalah puasa enam
hari di bulan Syawwal sebagaimana yang difahami banyak orang?
Jawaban:
Al-Ayyam al-Bidh ada di setiap bulan Qamariyyah, yaitu
ketika bulan ada diawal hingga akhir malam 13, 14 dan 15. Disebut Bidh karena ia memutihkan malam dengan
rembulan dan siang dengan matahari. Ada juga pendapat yang mengatakan karena
Allah Swt menerima taubat nabi Adam as pada hari-hari itu dan memutihkan
lembaran amalnya. Az-Zarqani
‘ala al-Mawahib, juz. 8, hal. 133.
Dalam al-Hawi li al-Fatawa karya Imam as-Suyuthi disebutkan, “Ada
yang mengatakan bahwa ketika nabi Adam as diturunkan dari surga, kulitnya
menghitam. Maka Allah Swt memerintahkan agar ia melaksanakan puasa al-Ayyam al-Bidh pada bulan Qamariyyah. Ketika ia
melaksanakan puasa pada hari pertama, sepertiga kulitnya memutih. Ketika ia
berpuasa pada hari kedua, sepertiga kedua kulitnya memutih. Ketika ia berpuasa
pada hari ketiga, seluruh kulit tubuhnya memutih. Pendapat ini tidak benar.
Disebutkna dalam hadits yang disebutkan al-Khathib al-Baghdadi dalam al-Amaly dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq dari hadits Ibnu Mas’ud, hadits Marfu’, hadits Mauquf dari jalur riwayat lain, disebutkan Ibnu
al-Jauzi dalam al-Maudhu’at
dari jalur
riwayat Marfu’, ia berkata, “Hadits Maudhu’ (palsu), dalam sanadnya terdapat
sekelompok orang yang tidak dikenal”.
Terlepas dari apakah nabi Adam as
melaksanakannya atau pun tidak, sesungguhnya Islam mensyariatkan puasa ini
dalam menjadikannya sebagai amalan anjuran. Dalam az-Arqani ‘ala al-Mawahib dinyatakan bahwa Ibnu Abbas berkata,
“Rasulullah Saw tidak pernah berbuka (tidak berpuasa) pada hari-hari Bidh (13, 14 dan 15), baik ketika tidak
musafir maupun ketika musafir”. Diriwayatkan oleh an-Nasa’i. Dari Hafshah Ummul
Mu’minin, “Ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah Saw;
puasa ‘Asyura’, sembilan hari di bulan Dzulhijjah, al-Ayyam al-Bidh (13, 14 dan 15) dan dua rakaat Fajar”.
(HR. Ahmad). Diriwayatkan dari Mu’adzah al-‘Adawiyyah bahwa ia bertanya kepada
Aisyah, “Apakah Rasulullah Saw melaksanakan puasa tiga hari setiap bulan?”.
Aisyah menjawab, “Ya”. Saya katakan kepadanya, “Pada hari apa saja?”. Aisyah
menjawab, “Beliau tidak memperdulikan hari apa saja setiap bulan ia laksanakan
puasa”. (HR. Muslim).
Kemudian az-Zarqani berkata, “Hikmah
dalam puasa Bidh, bahwa ia pertengahan bulan, pertengahan
sesuatu adalah yang paling seimbang. Dan karena biasanya gerhana matahari dan
gerhana bulan terjadi pada tanggal-tanggal tersebut. Terdapat perintah agar
meningkatkan ibadah jika itu terjadi. Jika gerhana matahari terjadi bertepatan
dengan hari-hari puasa Bidh, maka seseorang dalam keadaan siap untuk
menggabungkan beberapa jenis ibadah seperti puasa, shalat dan sedekah. Berbeda
dengan orang yang tidak terbiasa melakukannya, ia tidak siap untuk melaksanakan
puasa pada hari itu. Ini berkaitan dengan puasa pada hari-hari Bidh setiap bulan.
Adapun tentang puasa enam hari di bulan
Syawal, penyebutannya sebagai Bidh adalah tidak benar. Terlepas dari
penamaannya, puasa enam hari di bulan Syawal itu dianjurkan, tidak wajib.
Terdapat hadits tentang itu:
“Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan,
kemudian ia iringi dengan enam hari di bulan Syawal, maka seperti puasa
sepanjang tahun”. (HR. Muslim). Keutamaannya disebutkan dalam hadits riwayat
ath-Thabrani:
“Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan
dan ia mengiringinya dengan enam hari di bulan Syawwal, ia keluar dari dosanya
seperti hari ia dilahirkan ibunya”.
Makna puasa ad-Dahr adalah puasa sepanjang tahun. Penjelasan
ini disebutkan dalam hadits dalam beberapa riwayat Ibnu Majah, an-Nasa’i dan
Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya. Maknanya bahwa satu kebaikan itu
dibalas sepuluh kebaikan yang sama dengannya. Satu bulan Ramadhan dibalas
dengan sepuluh bulan. Enam hari di bulan Syawwal dibalas dengan enam puluh
hari, artinya dua bulan. Dengan demikian lengkaplah 12 bulan. Keutamaan ini
bagi mereka yang melaksanakannya di bulan Syawwal, apakah dilaksanakan pada
awal, pertengahan atau pun di akhir bulan Syawwal. Apakah dilaksanakan
berturut-turut atau pun terpisah-pisah. Meskipun afdhal dilaksanakan di awal
bulan dan dilaksanakan berturut-turut. Keutamaan ini hilang bersama berakhirnya
bulan Syawwal.
Banyak kaum muslimah ingin
melaksanakannya, apakah mereka yang memiliki kewajiban qadha’ ramadhan atau pun tidak. Puasa Syawwal
ini dianjurkan, sebagaimana yang ditetapkan para ulama. Kami berharap agar para
muslimah tidak meyakini bahwa puasa Syawwal ini wajib. Puasa Syawwal ini
sunnat, tidak ada hukuman jika ditinggalkan. Demikianlah, bagi mereka yang
wajib meng-qadha’ puasa Ramadhan dapat melaksanakan puasa
enam hari di bulan Syawwal ini dengan niat puasa Qadha’. Cukup dengan puasa Qadha’, maka ia mendapatkan pahala puasa enam
hari di bulan Syawal,jika ia meniatkannya, amal itu dinilai dari niatnya. Jika
puasa Qadha’ dilaksanakan tersendiri dan puasa enam
hari di bulan Syawwal dilaksanakan tersendiri, maka itu afdhal. Akan tetapi
para ulama Mazhab Syafi’i berpendapat, “Balasan pahala puasa enam hari di bulan
Syawwal dapat diperoleh dengan melaksanakan puasa Qadha’, meskipun tidak diniatkan, hanya saja
pahalanya lebih sedikit dibandingkan dengan niat. Disebutkan dalam Hasyiyah asy-Syarqawi ‘ala at-Tahrir karya Syekh Zakariya al-Anshari, juz. I,
hal. 427, teksnya: “Jika seseorang melaksanakan puasa Qadha’ di bulan Syawwal, apakah Qadha’ puasa Ramadhan, atau meng-qadha’ puasa lain, atau nazar, atau puasa sunnat
lainnya. Ia mendapatkan pahala puasa enam hari di bulan Syawwal. Karena intinya
adalah adanya puasa enam hari di bulan Syawwal, meskipun ia tidak
memberitahukannya, atau melaksanakannya untuk orang lain dari yang telah
berlalu -artinya puasa nazar atau puasa sunnat lain- akan tetapi ia tidak
mendapatkan pahala yang sempurna seperti yang diinginkan melainkan dengan niat
puasa khusus enam hari di bulan Syawwal. Sama halnya dengan seseorang yang
tidak melaksanakan puasa Ramadhan, atau ia laksanakan di bulan Syawwal, karena
tidak dapat dikatakan bahwa ia telah melaksanakan puasa Ramadhan dan
mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal. Ini sama seperti
pendapat tentang shalat Tahyat
al-Masjid, yaitu
shalat dua rakaat bagi orang yang masuk masjid. Para ulama berpendapat, pahala
shalat Tahyat
al-Masjid diperoleh
dengan shalat fardhu atau shalat sunnat, meskipun tidak diniatkan. Karena
tujuannya adalah adanya shalat sebelum duduk. Shalat sebelum duduk tersebut
telah terwujud, maka tuntutan melaksanakan shalat Tahyat al-Masjid telah gugur, pahalanya diperoleh meskipun
tidak diniatkan, demikian menurut pendapat yang dijadikan pedoman sebagaimana
yang dinyatakan pengarang al-Bahjah. Pahalanya tetap diperoleh apakah dengan
fardhu atau pun dengan sunnat, yang penting tidak menafikan niatnya, tujuannya
tercapai apakah diniatkan atau pun tidak diniatkan.
Berdasarkan pendapat diatas, bagi
seseorang yang merasa berat untuk melaksanakan puasa qadha’ Ramadhan dan sangat ingin melaksanakan
puasa qadha’ tersebut pada bulan Syawwal, ia juga ingin mendapatkan pahala
puasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia berniat melaksanakan puasa qadha’ dan puasa enam hari di bulan Syawwal,
atau berniat puasa qadha’ saja tanpa niat puasa enam hari di bulan Syawwal, maka puasa sunnat sudah termasuk ke
dalam puasa wajib. Ini kemudahan dan keringanan, tidak boleh terikat dengan
mazhab tertentu, juga tidak boleh menyatakan mazhab lain batil.
Hikmah
berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah puasa yang lama di bulan Ramadhan -wallahu a’lam- adalah agar orang yang berpuasa tidak
berpindah secara mendadak dari sikap menahan diri dari segala sesuatu yang
bersifat fisik dan non-fisik kepada kebebasan tanpa ikatan, lalu memakan semua
yang lezat dan baik kapan saja ia mau, karena peralihan secara mendadak
menyebabkan efek negatif bagi fisik dan psikis, itu sudah menjadi suatu
ketetapan dalam kehidupan.
47 Fatawa al-Azhar, juz. IX,
hal. 261 [Maktabah Syamilah].
Penyusun dan Penterjemah.
H. Abdul Somad, Lc., MA
H. Abdul Somad, Lc., MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.