Jumat, 26 Januari 2018

Mengalihkan Zakat



Mengalihkan Zakat35.
Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar.
Pertanyaan:
Saya tinggal di suatu tempat, taraf hidup masyarakatnya baik, jarang sekali ada fakir miskin yang berhak menerima zakat. Apakah boleh saya bayarkan zakat kepada kerabat saya yang membutuhkan dan mereka tinggal di tempat lain?

Jawaban:
Diriwayatkan oleh sekelompok ahli hadits bahwa ketika Rasulullah Saw mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah Saw berkata kepadanya, “Jika mereka taat kepadaku, maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah Swt mewajibkan zakat kepada mereka dalam harta mereka. Diambil dari orang-orang yang mampu diantara mereka dan diserahkan kepada orang-orang yang fakir diantara mereka”.
Abu Daud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari ‘Imran bin Hushain bahwa ia diangkat menjadi amil zakat, ketika ia kembali, ia ditanya, “Dimanakah hasil zakat?”. Ia menjawab, “Apakah untuk harta kamu mengutusku? Kami mengambilnya sesuai seperti yang kami lakukan pada masa Rasulullah Saw dan kami membaginya seperti kami membagikannya dulu”.
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan, ia nyatakan sebagai hadits hasan, bahwa Abu Juhaifah berkata, “Seorang amil zakat pada masa Rasulullah Saw datang kepada kami. Ia mengambil zakat dari orang-orang yang mampu diantara kami dan ia membagikannya kepada orang-orang fakir diantara kami”.
Berdasarkan riwayat-riwayat ini para fuqaha’ (ahli Fiqh) berdalil bahwa zakat dibagikan kepada orang-orang fakir di negeri bersangkutan. Mereka berbeda pendapat tentang hukum mengalihkan zakat ke negeri lain setelah mereka ber-Ijma’ bahwa boleh hukumnya mengalihkan zakat ke negeri lain jika negeri tempat pengutipan zakat tersebut tidak membutuhkannya.

Menurut Mazhab Hanafi: makruh mengalihkan zakat, kecuali jika pengalihan tersebut kepada kerabat yang membutuhkan, karena dalam hal itu terkandung menyambung silaturahim, atau kepada kelompok masyarakat yang lebih membutuhkan daripada para fakir di negeri tempat pemungutan zakat, atau pengalihan tersebut mengandung maslahat bagi kaum muslimin, atau dari Darulharb ke Dar Islam, atau pengalihan tersebut untuk para penuntut ilmu, atau zakat tersebut dibayarkan sebelum masanya diwajibkan, artinya dibayarkan sebelum masa Haul. Maka dalam semua kondisi ini tidak dimakruhkan mengalihkan zakat.

Menurut Mazhab Syafi’i: tidak boleh mengalihkan zakat dari suatu negeri ke negeri lain, wajib dibagi ke negeri tempat zakat tersebut dipungut dari muzakki yang telah sampai Haul. Jika tidak ada mustahik zakat, maka dialihkan ke negeri yang di negeri tersebut terdapat mustahik zakat. Dalil mereka dalam masalah ini adalah hadits Mu’adz diatas. Seperti yang disebutkan Abu ‘Ubaid bahwa Mu’adz datang dari Yaman setelah Rasulullah Saw meninggal dunia, Umar mengembalikannya. Ketika Mu’adz mengirimkan sebagian harta zakat, Umar tidak menerimanya. Umar menolaknya lebih dari satu kali meskipun Mu’adz menjelaskan bahwa tidak ada mustahik zakat yang mengambilnya.

Menurut Mazhab Maliki: tidak mengalihkan zakat ke negeri lain, kecuali jika sangat dibutuhkan, maka Imam mengambil zakat tersebut dan menyerahkannya kepada orang-orang yang membutuhkannya. Ini berdasarkan pemikiran dan ijtihad, seperti yang mereka nyatakan.

Menurut Mazhab Hanbali: tidak boleh mengalihkan zakat ke negeri lain yang jaraknya sejauh jarak Qashar shalat. Zakat dibagikan di negeri zakat tersebut dikutip dan negeri sekitarnya yang berada di bawah jarak Qashar shalat.
Ibnu Qudamah al-Hanbali berkata, “Jika seseorang menentang pendapat ini dan ia mengalihkan zakatnya, zakatnya tetap sah menurut pendapat mayoritas ulama. Jika seseorang tinggal di suatu tempat dan hartanya di tempat lain, maka zakatnya dibagi di negeri tempat hartanya berada, karena para mustahik di tempat tersebut melihatnya. Jika hartanya berada di beberapa tempat, maka zakatnya ditunaikan di setiap negeri tempat harta tersebut berada. Ini berlaku pada zakat Mal. Sedangkan zakat Fitrah dibagi di tempat orang-orang yang berzakat, karena zakat tersebut adalah zakat dirinya, bukan zakat hartanya. Berdasarkan ini saya nyatakan kepada penanya, jika ada mustahik zakat di tempat ia tinggal, maka zakat dibagikan kepada mustahik yang ada di tempat tersebut, demikian menurut jumhur fuqaha’. Tidak boleh dialihkan ke kerabatnya yang membutuhkan. Sedangkan Abu Hanifah membolehkan pengalihan zakat disebabkan alas an tersebut, diantaranya adalah untuk silaturahim atau sangat membutuhkan, menurut Abu Hanifah itu boleh dilakukan, ia melihat kepada maslahat yang kuat”. (Al-Mughni karya Ibnu Qudamah, juz. II, hal. 531 – 532 dan Nail al-Authar karya asy-Syaukani, juz. IV, hal. 161).
35 Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 428 [Maktabah Syamilah].
Penyusun dan Penterjemah.
H. Abdul Somad, Lc., MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.