Mengalihkan
Zakat35.
Fatwa Syekh
‘Athiyyah Shaqar.
Pertanyaan:
Saya tinggal di suatu tempat, taraf hidup
masyarakatnya baik, jarang sekali ada fakir miskin yang berhak menerima zakat.
Apakah boleh saya bayarkan zakat kepada kerabat saya yang membutuhkan dan
mereka tinggal di tempat lain?
Jawaban:
Diriwayatkan oleh sekelompok ahli hadits
bahwa ketika Rasulullah Saw mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah Saw
berkata kepadanya, “Jika
mereka taat kepadaku, maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah Swt mewajibkan
zakat kepada mereka dalam harta mereka. Diambil dari orang-orang yang mampu
diantara mereka dan diserahkan kepada orang-orang yang fakir diantara mereka”.
Abu Daud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari
‘Imran bin Hushain bahwa ia diangkat menjadi amil zakat, ketika ia kembali, ia
ditanya, “Dimanakah hasil zakat?”. Ia menjawab, “Apakah untuk harta kamu
mengutusku? Kami mengambilnya sesuai seperti yang kami lakukan pada masa
Rasulullah Saw dan kami membaginya seperti kami membagikannya dulu”.
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan, ia
nyatakan sebagai hadits hasan, bahwa Abu Juhaifah berkata, “Seorang
amil zakat pada masa Rasulullah Saw datang kepada kami. Ia mengambil zakat dari
orang-orang yang mampu diantara kami dan ia membagikannya kepada orang-orang
fakir diantara kami”.
Berdasarkan riwayat-riwayat ini para
fuqaha’ (ahli Fiqh) berdalil bahwa zakat dibagikan kepada orang-orang fakir di
negeri bersangkutan. Mereka berbeda pendapat tentang hukum mengalihkan zakat ke
negeri lain setelah mereka ber-Ijma’ bahwa boleh hukumnya mengalihkan zakat ke
negeri lain jika negeri tempat pengutipan zakat tersebut tidak membutuhkannya.
Menurut Mazhab Hanafi: makruh mengalihkan
zakat, kecuali jika pengalihan tersebut kepada kerabat yang membutuhkan, karena
dalam hal itu terkandung menyambung silaturahim, atau kepada kelompok
masyarakat yang lebih membutuhkan daripada para fakir di negeri tempat
pemungutan zakat, atau pengalihan tersebut mengandung maslahat bagi kaum
muslimin, atau dari Darulharb
ke Dar Islam, atau pengalihan tersebut untuk
para penuntut ilmu, atau zakat tersebut dibayarkan sebelum masanya diwajibkan,
artinya dibayarkan sebelum masa Haul. Maka dalam semua kondisi ini tidak
dimakruhkan mengalihkan zakat.
Menurut Mazhab Syafi’i: tidak boleh
mengalihkan zakat dari suatu negeri ke negeri lain, wajib dibagi ke negeri
tempat zakat tersebut dipungut dari muzakki yang telah sampai Haul. Jika tidak ada mustahik zakat, maka
dialihkan ke negeri yang di negeri tersebut terdapat mustahik zakat. Dalil
mereka dalam masalah ini adalah hadits Mu’adz diatas. Seperti yang disebutkan
Abu ‘Ubaid bahwa Mu’adz datang dari Yaman setelah Rasulullah Saw meninggal
dunia, Umar mengembalikannya. Ketika Mu’adz mengirimkan sebagian harta zakat,
Umar tidak menerimanya. Umar menolaknya lebih dari satu kali meskipun Mu’adz
menjelaskan bahwa tidak ada mustahik zakat yang mengambilnya.
Menurut Mazhab Maliki: tidak mengalihkan
zakat ke negeri lain, kecuali jika sangat dibutuhkan, maka Imam mengambil zakat
tersebut dan menyerahkannya kepada orang-orang yang membutuhkannya. Ini
berdasarkan pemikiran dan ijtihad, seperti yang mereka nyatakan.
Menurut Mazhab Hanbali: tidak boleh
mengalihkan zakat ke negeri lain yang jaraknya sejauh jarak Qashar shalat.
Zakat dibagikan di negeri zakat tersebut dikutip dan negeri sekitarnya yang
berada di bawah jarak Qashar shalat.
Ibnu Qudamah al-Hanbali berkata, “Jika
seseorang menentang pendapat ini dan ia mengalihkan zakatnya, zakatnya tetap
sah menurut pendapat mayoritas ulama. Jika seseorang tinggal di suatu tempat
dan hartanya di tempat lain, maka zakatnya dibagi di negeri tempat hartanya
berada, karena para mustahik di tempat tersebut melihatnya. Jika hartanya
berada di beberapa tempat, maka zakatnya ditunaikan di setiap negeri tempat
harta tersebut berada. Ini berlaku pada zakat Mal. Sedangkan zakat Fitrah
dibagi di tempat orang-orang yang berzakat, karena zakat tersebut adalah zakat
dirinya, bukan zakat hartanya. Berdasarkan ini saya nyatakan kepada penanya,
jika ada mustahik zakat di tempat ia tinggal, maka zakat dibagikan kepada
mustahik yang ada di tempat tersebut, demikian menurut jumhur fuqaha’. Tidak
boleh dialihkan ke kerabatnya yang membutuhkan. Sedangkan Abu Hanifah
membolehkan pengalihan zakat disebabkan alas an tersebut, diantaranya adalah
untuk silaturahim atau sangat membutuhkan, menurut Abu Hanifah itu boleh
dilakukan, ia melihat kepada maslahat yang kuat”. (Al-Mughni karya Ibnu Qudamah, juz. II, hal. 531 –
532 dan Nail
al-Authar karya
asy-Syaukani, juz. IV, hal. 161).
35 Fatawa al-Azhar, juz. IX,
hal. 428 [Maktabah Syamilah].
Penyusun dan Penterjemah.
H. Abdul Somad, Lc., MA
H. Abdul Somad, Lc., MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.