Perempuan
dan Ziarah Kubur46.
Fatwa Syekh
‘Athiyyah Shaqar.
Pertanyaan:
Apa hukum ziarah kubur bagi perempuan
jika tetap menjaga adab-adab ziarah kubur dan bertujuan untuk mengambil
pelajaran dan bersikap khusyu’?
Jawaban:
Pada awalnya Rasulullah Saw melarang
ziarah kubur untuk memutus tradisi jahiliah berbangga-bangga dengan ziarah
kubur dengan menyebut-nyebut peninggalan nenek moyang. Itu yang disebutkan
Allah Swt dalam firman-Nya:
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.
Sampai kamu masuk ke dalam kubur”. (Qs. At-Takatsur [102]: 1-2). Kemudian diberi keringanan berziarah
untuk mengingat mati dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat,
sebagaimana yang diingatkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dengan sanad shahih:
“Dulu aku melarang kamu ziarah kubur. Ziarahlah kamu ke
kubur, karena sesungguhnya ziarah kubur itu membuat zuhud di dunia dan
mengingatkan kepada akhirat”. Dan hadits-hadits lain tentang ini yang diriwayatkan Imam Muslim
dan lainnya.
Kaum muslimin telah Ijma’ tentang anjuran
ziarah kubur, wajib menurut Mazhab Zhahiriah, hanya mereka menyatakan bahwa
ziarah itu khusus bagi laki-laki, bukan untuk perempuan. Ketika Rasulullah Saw
melihat bahwa perempuan pergi ziarah itu mengandung hal-hal tidak baik, maka
Rasulullah Saw melarang mereka ziarah kubur. Izin ziarah kubur bagi laki-laki
tetap berlaku. Ulama lain menyatakan bahwa larangan ziarah kubur bagi perempuan
adalah pada masa lalu karena larangan yang bersifat umum, yaitu larangan ziarah
kubur. Kemudian ada izin bagi laki-kai. Larangan tetap berlanjut bagi
perempuan. Bagaimana pun juga, ada beberapa pendapat tentang ziarah kubur bagi
perempuan, diringkas dalam beberapa poin berikut:
Pertama, haram secara mutlak, apakah ketika
perempuan melakukan ziarah itu ada fitnah dan hal tidak baik atau pun tidak
ada. Dalilnya adalah hadits:
“Sesungguhnya Rasulullah Saw melaknat
perempuan-perempuan yang ziarah kubur”. (HR. at-Tirmidzi). At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih”. Akan tetapi al-Qurthubi berkata,
“Ada kemungkinan mengandung makna bahwa haram jika dilakukan beramai-ramai.
Karena menggunakan kata:
dalam bentuk Shighat Mubalaghah.
Kedua, haram ketika dikhawatirkan terjadi
fitnah atau hal tidak baik. Berdasarkan ini diharamkan bagi pemudi ziarah
kubur, demikian juga dengan wanita dewasa jika berhias berlebihan atau
menggunakan sesuatu yang menarik perhatian. Dibolehkan bagi wanita tua yang
tidak menimbulkan fitnah, tetap haram jika melakukan perbuatan yang diharamkan,
seperti meratap dan perbuatan lain yang dilarang Rasulullah Saw:
“Bukan golongan kami orang yang menampar wajah, merobek
kantong dan menyerukan seruan-seruan Jahiliah”. (HR. al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Tidak mudah bagi perempuan melepaskan
diri dari tradisi-tradisi tidak baik ini. Dalam hadits Ummu ‘Athiyyah
disebutkan, “Ketika berbai’at, Rasulullah Saw mengambil janji dari kami agar
jangan meratapi orang yang meninggal dunia. Tidak ada yang memenuhi janji itu
dari kami selain lima orang perempuan”. (HR. al-Bukhari).
Ketika istri-istri Ja’far bin Abi thalib
menangis saat Ja’far mati syahid, Rasulullah Saw memerintahkan seorang
laki-laki agar melarang mereka menangis, dua kali dilarang namun mereka tidak
patuh. Rasulullah Saw memerintahkan laki-laki itu agar menyiramkan debu ke
mulut mereka. (HR. al-Bukhari).
Ketiga, makruh. Dalilnya adalah Qiyas.
Diqiyaskan kepada mengiringi jenazah. Juga berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyyah,
“Rasulullah Saw melarang kami mengiringi jenazah. Akan tetapi Rasulullah Saw
tidak bersikap keras terhadap kami”. (HR. al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Keempat, boleh. Dalilnya adalah Rasulullah Saw
tidak mengingkari Aisyah ketika ia pergi ke pemakaman al-Baqi’. Rasulullah Saw
mengajarkan kepada Aisyah ketika ziarah kubur agar mengucapkan:
“Keselamatan untuk kamu wahai negeri kaum mu’min. Telah
datang kepada kamu apa yang dijanjikan untuk kamu esok hari masanya ditentukan.
Sesungguhnya insya Allah kami menyertai kamu”. (HR. Muslim). Juga sebagaimana
diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw melewati seorang perempuan yang menangis di
sisi kubur. Rasulullah Saw memerintahkannya agar bertakwa dan bersabar.
Rasulullah Saw melarangnya menangis karena Rasulullah Saw mendengar sesuatu
yang tidak ia sukai; ratapan dan lainnya. Rasulullah Saw tidak melarangnya
ziarah kubur.
Kelima, dianjurkan, sama seperti anjuran
ziarah kubur bagi laki-laki. Dalilnya adalah izin dari Rasulullah Saw yang
bersifat umum:
“Maka lakukanlah ziarah kubur”.
Tiga pendapat terakhir berlaku ketika
aman dari fitnah dan hal yang tidak baik. Jika terjadi fitnah dan hal yang
tidak baik, maka haram bagi perempuan melakukan ziarah kubur. Dengan demikian
maka jawaban telah dapat difahami. Meskipun saya cenderung kepada pendapat yang
menyatakan makruh, jika tidak ada hal-hal yang diharamkan dan terlarang seperti
membuka aurat, ratapan, menampar wajah, duduk diatas kubur, menginap di kuburan
dan lain sebagainya. Lebih utama bagi perempuan menetap di rumah, tidak pergi
meninggalkan rumah kecuali ada keperluan yang mendesak, untuk memelihara
perempuan dari hal-hal yang tidak baik.
46 Fatawa al-Azhar, juz. IX,
hal. 462 [Maktabah Syamilah].
Penyusun dan Penterjemah.
H. Abdul Somad, Lc., MA
H. Abdul Somad, Lc., MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.