Hilal
Ramadhan
Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar
Fatawa al-Azhar, juz. IX, hal. 252 [Maktabah Syamilah].
Pertanyaan:
Dalam hadits dinyatakan, “Berpuasalah kamu ketika melihat bulan dan berhari rayalah kamu ketika melihat bulan”. Apakah kata ‘melihat’ disini boleh diinterpretasikan sebagai melihat secara ilmiah, bukan melihat dengan mata kepala, untuk menyatukan awal bulan Ramadhan?
Jawaban:
Tema penyatuan awal Ramadhan yang selanjutnya mengarah kepada penyatuan hari raya di seluruh negeri-negeri Islam adalah tema yang dibahas para ahli Fiqh pada abad-abad pertama, juga dibahas para ulama di Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah (Lembaga Riset Islam) pada beberapa tahun terakhir. Semuanya sepakat bahwa tidak ada kontradiksi antara agama Islam dan ilmu pengetahuan, agama Islam sendiri menyerukan ilmu pengetahuan. Dalam masalah kita ini, hadits mengaitkan puasa dan hari raya dengan melihat Hilal, jika tidak terlihat dengan mata kepala, maka kita menggunakan ilmu pengetahuan. Bimbingan agar menyempurnakan jumlah hari bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari adalah arahan untuk menghormati Hisab yang merupakan salah satu bentuk ilmu pengetahuan. Mereka yang mengamati Hilal menggunakan teropong yang merupakan peralatan dari ilmu pengetahuan, juga menggunakan alat-alat pengintai Hilal dan peralatan lainnya. Tema ini membutuhkan pembahasan yang panjang lebar, pembahasan ilmu pengetahuan dan agama, dibahas dalam juz kedua kitab Bayan li an-Nas min al-Azhar asy-Syarif (Penjelasan Untuk Umat Manusia Dari Al-Azhar Yang Mulia). Disini saya sebutkan bahwa Konferensi Riset Islam ke-III yang dilaksanakan pada tahun 1966M menetapkan sebagai berikut:
1. Ru’yah adalah dasar untuk
mengetahui masuknya bulan Qamariyyah, sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits. Ru’yah adalah dasar, akan
tetapi tidak berpedoman kepada Ru’yah
jika tidak ada kepercayaan yang sangat kuat.
2. Penetapan Ru’yah dengan Mutawatir dan Istifadhah (berita dibawa
oleh banyak orang), juga dengan Khabar
Wahid (berita dibawa oleh satu orang), laki-laki atau perempuan,
jika tidak ada faktor penyebab yang mempengaruhi kebenaran beritanya. Diantara
faktor penyebab yang dapat merusak kebenaran berita Ru’yah adalah jika bertentangan dengan Hisab dari orang yang
terpercaya.
3. Khabar Wahid mesti
diamalkan, baik oleh orang yang membawa berita maupun yang mempercayainya.
Adapun mewajibkan semua orang untuk mengikutinya, maka tidak boleh kecuali
setelah Ru’yah ditetapkan
oleh sebuah lembaga yang ditetapkan negara untuk itu.
4. Berpedoman
kepada Hisab dalam
penetapan masuknya bulan Ramadhan apabila tidak dapat diwujudkan lewat Ru’yah dan tidak mungkin
menyempurnakan jumlah hari bulan sebelumnya menjadi tiga puluh hari.
5. Menurut
konferensi ini, perbedaan penampakan Hilal tidak dianggap jika tempatnya
berjauhan dan waktu malam diantara tempat-tempat tersebut masih bersambung,
meskipun sedikit. Perbedaan penampakan Hilal diantara beberapa tempat baru
dianggap jika waktu malam diantara tempat-tempat tersebut tidak bersambung.
6. Konferensi
ini merekomendasikan kepada masyarakat dan negara-negara Islam agar di setiap
kawasan negeri Islam memiliki lembaga penetapan awal bulan Qamariyyah dengan
tetap melakukan kordinasi antara lembaga dan berkordinasi dengan lembaga Hisab terpercaya.
Mesir mengumumkan awal dan akhir Ramadhan berdasarkan beberapa keputusan konferensi ini dan tetap berkordinasi dengan negara-negara lain. Demikianlah, saya ingin mengingatkan kaum muslimin bahwa ada unsur-unsur lain yang sangat penting dan memberikan pengaruh yang sangat kuat untuk menyatukan umat Islam, diantara yang terpenting adalah penyatuan hukum, sistem undang-undang, ekonomi dan budaya berdasarkan agama Islam. Tidak adanya penyatuan ini menyebabkan kaum muslimin semakin menjauh dan menyebabkan kaum muslimin menjadi korban negara-negara lain, menyebabkan keretakan ikatan kaum muslimin. Sungguh benar Rasulullah Saw seperti yang diriwayatkan al-Baihaqi, “Jika kaum muslimin membatalkan perjanjian mereka kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, maka musuh menguasai mereka dan mengambil sebagian apa yang ada di tangan mereka. Jika pemimpin mereka tidak berhukum dengan kitab Allah, maka akan dijadikan azab di tengah-tengah mereka”.
Penyusun dan Penterjemah.
H. Abdul Somad, Lc., MA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.