Menunda Puasa Qadha’8.
Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar.
Pertanyaan:
Saya tidak melaksanakan beberapa hari di bulan Ramadhan karena uzur,
saya tidak mampu meng-qadha’-nya hingga masuk Ramadhan berikutnya. Apakah saya didenda karena
menunda puasa Qadha’? ketika meng-qadha’, apakah wajib berturut-turut atau boleh terpisah-pisah?
Jawaban:
Jumhur ulama mewajibkan fidyah bagi orang yang menunda qadha’ puasa Ramadhan hingga masuk ke Ramadhan berikutnya. Fidyah
tersebut adalah memberikan makan satu
orang miskin untuk satu hari puasa yang ditinggalkan, makanan tersebut cukup
untuk makan siang dan makan malam. Jika qadha’ tersebut tidak dilaksanakan tanpa ada uzur. Hukum ini berdasarkan
dalil hadits Mauquf dari Abu Hurairah, artinya ini ucapan Abu Hurairah, penisbatan ucapan
ini kepada Rasulullah Saw adalah dha’if. Hukum ini juga diriwayatkan dari enam orang shahabat, menurut Yahya
bin Aktsam tidak ada yang menentang pendapat mereka, diantara mereka adalah
Ibnu Abbas dan Ibnu Umar ra.
Abu Hanifah dan ulama Mazhab Hanafi berpendapat: tidak wajib membayar fidyah
disamping qadha’. Karena Allah Swt berfirman tentang orang yang sakit dan musafir:
“Maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain”. (Qs. Al-Baqarah [2]: 184). Allah Swt
tidak memerintahkan membayar fidyah. Hadits yang mewajibkannya adalah hadits dha’if, tidak dapat dijadikan dalil.
Imam asy-Syaukani berkata dalam Nail
al-Authar, juz. 4, hal. 318, mendukung pendapat
ini, “Tidak ada hadits kuat dari Rasulullah Saw tentang masalah ini. Pendapat
shahabat tidak dapat dijadikan dalil. Pendapat jumhur tidak menunjukkan bahwa
itu benar. Hukum asal tidak ada kewajiban menjadi penetap hukum tidak adanya
kewajiban yang membebani, sampai ada dalil tentang itu. Dalam masalah ini tidak
ada dalil yang mendukung. Maka tidak wajib membayar fidyah)”.
8 Fatawa
al-Azhar, juz. IX, hal. 268 [Maktabah Syamilah].
Imam Syafi’i berkata, “Jika qadha’ tersebut tidak dilaksanakan karena uzur, maka tidak wajib membayar fidyah. Jika bukan karena suatu uzur, maka wajib membayar fidyah”. Pendapat ini penengah antara dua pendapat diatas. Akan tetapi
hadits dha’if atau hadits mauquf tentang kafarat ini tidak membedakan antara ada atau tidak adanya uzur. Mungkin
pendapat ini dapat menenangkan jiwa karena memperhatikan bentuk khilaf yang
ada.
Melaksanakan puasa qadha’ Ramadhan itu wajib dilaksanakan secara tunda, tidak wajib dilaksanakan
segera, meskipun afdhal dilaksakan dengan segera ketika mampu, karena hutang
kepada Allah Swt lebih utama untuk ditunaikan. Disebutkan dalam Shahih
Muslim dan Musnad
Ahmad bahwa Aisyah ra meng-qadha’
puasa Ramadhan di bulan Sya’ban, ia tidak
melaksanakannya segera ketika ia mampu.
Dalam melaksanakan puasa Qadha’ tidak diwajibkan mesti berturut-turut.
Ad-Daraquthni meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw berkata tentang qadha’
puasa Ramadhan:
“Jika
mau dapat melaksanakannya secara terpisah-pisah dan jika mau dapat
melaksanakannya secara berturut-turut”.
Penyusun dan Penterjemah.
H. Abdul Somad, Lc., MA
H. Abdul Somad, Lc., MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.