Mengangkat
Tangan Ketika Berdoa29.
Fatwa Syekh
‘Athiyyah Shaqar.
Pertanyaan:
Mengapa tangan diangkat keatas ketika
berdoa?
Jawaban:
Allah Swt berfirman:
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan
barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui”. (Qs. Al-Baqarah [2]: 115). Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia
berkata, “Rasulullah Saw melaksanakan shalat, beliau dari Mekah menuju Madinah,
beliau berada diatas hewan tunggangannya sesuai arahnya. Lalu turun ayat:
“Maka kemanapun kamu menghadap di
situlah wajah Allah”. (Qs. Al-Baqarah [2]: 115). Ini berlaku pada shalat Sunnat. Maknanya
bahwa semua arah milik Allah Swt, siapa yang mengarah kemana saja dalam
ibadahnya, maka Allah Swt memperhatikan dan mengetahuinya. Yang dimaksud dengan
wajah Allah Swt adalah Dzat Allah Swt, karena wajah mengungkapkan tentang Dzat,
karena wajah adalah anggota tubuh yang paling mulia (pada makhluk), sama
seperti firman Allah Swt:
“Sesungguhnya Kami memberi makanan
kepadamu hanyalah untuk mengharapkan wajah Allah”. (Qs. Al-Insan [67]: 9). Maksudnya,
kami beramal hanya mengharapkan Allah Swt semata, bukan kepada yang lain
diantara makhluk-Nya. Artinya, kami mengesakan-Nya, tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apa pun. Kami beramal ikhlas, tidak riya’ dalam amal kami.
Diantara ibadah untuk mendekatkan diri
kepada Allah Swt adalah doa. Ketika seorang manusia menghadap kepada Tuhannya
kearah mana pun, maka sesungguhnya Allah Swt ada, tidak pernah sirna. Allah Swt
Maha Mengetahui, tidak pernah lalai. Allah Swt Maha Dekat, tidak pernah jauh.
Artinya, meskipun kedudukan Allah Swt Maha Tinggi, akan tetapi Allah Swt Maha
Dekat dengan manusia dengan pengetahuan-Nya:
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada
pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada
(pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula)
pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia
berada bersama mereka di manapun mereka berada. kemudian Dia akan
memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (Qs. Al-Mujadilah [58]: 7). Oleh sebab
itu Allah Swt berfirman:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku”. (Qs. Al-Baqarah [2]: 186). Karena
dekat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, maka tidak perlu berteriak ketika berdoa
kepada-Nya, karena sesungguhnya Ia mengetahui rahasia dan yang tersembunyi.
Allah Swt berfirman:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan
berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas”. (Qs. Al-A’raf [6]: 55). Jika telah jelas bahwa Allah Swt Maha Dekat
dengan hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya, maka pada waktu yang sama Allah Swt
berada di tempat yang Maha Tinggi dan Agung yang hanya layak bagi
kemuliaan-Nya, terlihat jelas makna mengulurkan kedua tangan ketika berdoa,
memohon dan mengharap kebaikan-Nya, seakan-akan Allah Swt Yang Maha Tinggi
berada di hadapan orang yang berdoa yang berada di bawah yang menengadahkan
kedua tangannya. Tangan yang memberi berada diatas dan yang menerima berada di
bawah. Gambaran berhadapan ini yang diisyaratkan Rasulullah Saw dalam sabdanya:
“Apabila salah seorang kamu sedang bermunajat kepada
Tuhannya, maka janganlah ia meludah kearah depan dan ke kanannya”. (HR. Muslim). Rasulullah Saw juga
bersabda:
“Mengapa salah seorang kamu berdiri menghadap Tuhannya, lalu
ia meludah kearah depannya. Apakah salah seorang kamu suka jika ia dihadapi
(seseorang), kemudian diludahi pada wajahnya?!”. (HR. Muslim).
Menengadahkan tangan ketika berdoa adalah
ungkapan biasa diantara sesama manusia ketika meminta dari bawah ke atas,
memohon dan merendahkan diri. Dalam beberapa hadits disebutkan bahwa Rasulullah
Saw mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, ketika shalat Istisqa’ maupun lainnya. Imam al-Bukhari
menyebutkan beberapa hadits tentang itu di akhir kitab ad-Da’awat. Imam al-Mundziri menyusun satu juz
tentang masalah ini. Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim, “Riwayat-riwayat tentang ini sangat
banyak dan tidak terhitung. Saya telah mengumpulkan lebih kurang tiga puluh
hadits dari Shahih
al-Bukhari dan Shahih Muslim atau salah satunya. Saya sebutkan di
akhir bab sifat shalat dalam Syarh
al-Muhadzdzab”. (Nail
al-Authar, juz. IV,
hal. 9).
Diantara hadits-hadits ini adalah hadits
yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abu Musa al-Asy’ari, ia berkata,
“Rasulullah Saw berdoa, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya. Saya
melihat putihnya kedua ketiak Rasulullah Saw”. Juga hadits yang diriwayatkan
Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Salman al-Farisi bahwa Rasulullah Saw
bersabda:
“Sesungguhnya Tuhan kamu Maha Mulia dan
Tinggi, Ia Maha Hidup dan Agung, Ia malu kepada hamba-Nya apabila hamba itu
mengangkat kedua tangannya kepada-Nya dan membiarkannya kembali dalam keadaan
kosong”. (At-Targhib wa at-Tarhib, juz. II, hal. 195).
Berdasarkan ini maka para ulama
berpendapat tentang disyariatkannya mengangkat kedua tangan ketika berdoa,
bahkan dianjurkan, mengikuti Rasulullah Saw. Hanya saja sekelompok orang
memakruhkan mengangkat tangan selain Istisqa’ berdasarkan hadits Anas, “Sesungguhnya Rasulullah Saw tidak mengangkat
kedua tangannya dalam doanya kecuali pada Istisqa’ ia mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putihnya kedua ketiaknya”.
(HR. al-Bukhari dan Muslim). Para ulama yang membolehkan mengangkat tangan pada
selain Istisqa’ menolak pendapat mereka dengan menyatakan
bahwa Anas tidak melihat Rasulullah Saw mengangkat tangan tidak berarti bahwa
shahabat yang lain tidak melihat Rasulullah Saw mengangkat tangan ketika
berdoa, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits-hadits shahih. Hadits yang
menyatakan ada lebih didahulukan daripada hadits yang menafikan. Atau makna
hadits riwayat Anas diatas adalah mengangkat tangan sangat tinggi hingga
terlihat putih kedua ketiaknya, tidak menafikan bahwa Rasulullah Saw mengangkat
kedua tangannya, akan tetapi tidak terlalu tinggi, misalnya Rasulullah Saw
hanya sekedar mengangkat tangan sewajarnya ketika berdoa (tidak seperti saat Istisqa’).
Sebagian yang lain memakruhkan mengangkat
tangan secara mutlak, baik ketika Istisqa’ maupun dalam kondisi lain, berdasarkan
hadits Muslim dari ‘Imarah bin Ruwaibah, ia melihat Bisyr bin Marwan diatas
mimbar mengangkat kedua tangannya. Maka ia berkata, “Allah Swt melaknat kedua
tangan ini, saya telah melihat Rasulullah Saw, beliau hanya berkata dan tidak
lebih dari menunjuk dengan tangannya seperti ini”. Ia menunjuk dengan jarinya.
(Tafsir
al-Qurthubi, juz. VII,
hal. 255). Pendapat mereka ditolak seperti penolakan diatas. Imam al-Qurthubi
berkata, “Doa itu baik bagaimanapun cara yang mudah dilakukan. Yang dituntut
dari seseorang adalah memperlihatkan diri dalam kondisi butuh dan berhajat
kepada Allah Swt, bersikap merendahkan diri kepada-Nya. Jika ia mau maka ia bisa
menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya. Jika tidak, maka tidak
mengapa. Rasulullah Saw melakukan itu seperti yang disebutkan dalam beberapa
riwayat. Allah Swt berfirman:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan
berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas”. (Qs. Al-A’raf [6]: 55). Tidak disebutkan mengangkat kedua tangan
dan lainnya. Allah Swt berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk”. (Qs. Al ‘Imran [3]: 191). Allah Swt memuji mereka, tidak
disyaratkan seperti diatas. Rasulullah Saw berdoa dalam khutbah Jum’at tanpa
menghadap kiblat.
Demikian juga riwayat dari Ibnu Umar
bahwa Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya seraya berkata, “Ya Allah, aku
berlepas diri kepada-Mu terhadap apa yang dilakukan Khalid”. Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Umar, “Rasulullah Saw
mengangkat kedua tangannya ketika berdoa pada perang Badar”.
Menurut pendapat yang mensyariatkan
mengangkat kedua tangan ketika berdoa, diriwayatkan beberapa cara mengangkat
tangan, diantaranya mengarahkan punggung telapak tangan kearah kiblat ketika
orang yang berdoa tersebut mengharap kiblat, sedangkan telapak tangan kearah
wajah orang yang berdoa. Ada juga riwayat yang menyebut sebaliknya. Juga dengan
cara telapak tangan keatas dan punggung telapak tangan kearah bawah. Juga
terdapat riwayat yang menyebut sebaliknya. Ini dalam Istisqa’, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim. (Nail al-Authar, juz. IV, hal. 9).
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fath al-Bari, “Para ulama berpendapat bahwa sunnat
dalam setiap doa untuk menolak bala agar seseorang mengangkat kedua tangannya, bagian
punggung telapak tangannya kearah langit. Jika berdoa untuk mendapatkan
sesuatu, maka telapak tangannya kearah langit. Demikian dinyatakan Imam
an-Nawawi dalam Syarh
Shahih Muslim, beliau riwayatkan dari sekelompok ulama. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa hikmah memperlihatkan punggung telapak tangan dalam Istisqa’ -tidak demikian pada doa lain- agar
keadaan berbalik, sebagaimana pendapat tentang Rasulullah Saw merubah posisi
selendangnya.
Demikianlah, makruh hukumnya melihat ke
langit ketika berdoa, berdasarkan hadits Muslim dan lainnya bahwa Rasulullah
Saw berkata, “Hendaklah
mereka berhenti mengangkat pandangan mereka keatas ketika berdoa dalam shalat,
atau Allah Swt akan mencabut pandangan mereka”. Ada yang memahami larangan ini berlaku
dalam shalat, sedangkan di luar shalat tidak ada larangan berdasarkan riwayat
al-Bukhari, dalam riwayat tersebut dinyatakan, “Rasulullah Saw melihat ke
langit”. Itu terjadi pada Istisqa’. (Nail al-Authar, juz. IV, hal. 10).
Mengusap wajah dengan kedua tangan setelah
mengangkat kedua tangan ketika berdoa. Riwayat ini dari Umar bin al-Khaththab,
ia berkata, “Apabila Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya ketika berdoa,
beliau tidak menurunkan kedua tangannya hingga mengusapkannya ke wajahnya”.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, ia berkata, “Gharib”. Artinya, diriwayatkan oleh seorang
perawi saja. Dari Ibnu Abbas terdapat riwayat yang sama seperti ini,
sebagaimana yang disebutkan dalam Sunan Abi
Daud. Imam
an-Nawawi berkata, “Dalam sanadnya terdapat dha’if”. Al-Adzkar karya
Imam an-Nawawi, hal. 399. Dalam Bulugh al-Maram Syarh Subul as-Salam, juz. 4, hal. 219 karya al-Hafizh Ibnu
Hajar disebutkan setelah beliau menyebutkan riwayat Umar, “Diriwayatkan oleh
at-Tirmidzi. Terdapat beberapa hadits lain yang semakna dengannya. Disebutkan
Abu Daud dari hadits Ibnu Abbas dan lainnya. Secara keseluruhan maka hadits
tersebut adalah hadits hasan. Hadits tentang ini tidak shahih, akan
tetapi dha’if. Akan tetapi beberapa hadits lain yang
semakna denganya mengangkat derajatnya menjadi hadits hasan, maka dapat diterima.
Kami ulangi lagi bahwa menengadahkan
tangan ketika berdoa sama seperti seorang yang fakir memohon kepada orang yang
kaya dan ia sangat membutuhkan, bahkan mungkin ia akan berlutut, dengan posisi
seperti itu ia ingin mendapatkan kelembutan dari orang yang ia harapkan. Dalam
kondisi merendahkan diri, mengangkat kedua tangan keatas mengharapkan kebaikan.
Maka seorang muslim yang berdoa kepada Tuhannya, ia mengangkat kedua tangannya
sebagai bukti kepatuhannya dan ia sangat butuh kepada Allah Swt. Oleh sebab itu
Rasulullah Saw melakukannya dan bersikap lebih dari itu pada Istisqa’. Namun bukanlah berarti bahwa Allah Swt
berada di langit, Maha Suci Allah Swt yang disucikan dari bertempat pada
sesuatu. Akan tetapi bukti keagungan kedudukan-Nya.
Dalam al-Adzkar karya Imam an-Nawawi disebutkan tentang
mengangkat kedua tangan dan mengusapkannya ke wajah, ada tiga pendapat menurut
Mazhab Syafi’i: yang paling shahih dianjurkan mengangkat kedua tangan dan tidak
mengusap wajah. Kedua, mengangkat kedua tangan dan mengusap wajah. Ketiga,
tidak mengangkat tangan dan tidak mengusap wajah.
29 Fatawa al-Azhar, juz. IX,
hal. 12 [Maktabah Syamilah].
Penyusun dan Penterjemah.
H. Abdul Somad, Lc., MA
H. Abdul Somad, Lc., MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.